Mar 9, 2005

Jangan Manja

SEEKOR kura-kura berjalan lambat. Sesekali, kepalanya mendongak ke atas, ingin tahu apakah ada makhluk lain yang sedang memperhatikan dirinya. Si kura-kura nggak sekadar berjalan lambat. Di balik kelambatannya itu, si kura-kura ingin memamerkan keindahan rumah punggungnya, yang berkilat ditempa sinar matahari.

Hoi, jangan ngantuk dulu! Bukan dongeng kura-kura balapan sama kancil yang akan belia ceritakan pada rubrik chat edisi ini. Itu adalah sepenggal khayalan belia, ketika nama Kuya Gaya disebut. But, no. We’re not gonna talk about the sandals or shoes, or other accessories.

Belia akan bercerita tentang orang di balik semuanya. Si pekerja kerasnya. Please welcome, Rynni Pong Tondok.

Seharusnya Belia bisa kenalan dengan dua orang cewek sekaligus. Tapi sayangnya, hari Sabtu (5/3) kemarin, Tisca —another dynamic duo-nya Kuya Gaya— ada urusan mendadak ke Jakarta. “Iya. Si Tisca harus ke kawinan di Jakarta. Ngedadak banget. Baru kemarin berangkatnya,” kata Rynni sembari sibuk mengurus tokonya di bilangan Ciumbuleuit.

“Sembari ngobrol kan, bisa cerita juga tentang Tisca,” gitu jawab belia.

Obrolan yang sebenarnya baru dimulai ketika mobil Rynni meluncur meninggalkan Ciumbuleuit yang macet banget hari itu. “Kita mendingan ke Lombok aja, ya. Di sana tadi berantakan banget soalnya,” ujarnya. Sip, lah.

Konsentrasi boleh tetap ke jalanan. Tapi, cewek yang memulai usahanya di pertengahan Juni tahun 2002 lalu nggak sungkan untuk nyeritain perjuangannya merintis usaha. “Saya sebenernya dari SMA udah mulai jualan gitu ke temen-temen di sekolah. Jadi, saya beli baju-baju di Mangga Dua, terus ditawar-tawarin ke anak-anak. Lumayan, lah ternyata.”

Jualan Rynni di sekolah, ternyata keterusan sampai dia kuliah. “Tau nggak, waktu kuliah dulu, saya sempat jualan beha segala. Bawa katalognya ke kelas. Jadinya, jualan saya beredar dari depan ke belakang,” kenangnya.

Alumnus SMAK 1 BPK Penabur ini, menemukan partner bisnis yang sekaligus menjadi sohib beratnya pas kuliah. Kebayang, dong, dua orang cewek yang hobi banget belanja, ketemu dan tercetus sebuah ide untuk bikin toko. “Waktu itu, si Tisca punya kenalan orang yang punya tempat di depan kampus. Jadilah, kita bertiga bikin Kuya Gaya.”

Tiga orang ini akhirnya konsen di footwear. “Sandal, sih. Dulu makloonnya masih ke orang. Lama-kelamaan sandal ini jalan banget, sampai akhirnya saya punya tukang sendiri,” kata Rinny.

Sandal yang dimaksud Rynni adalah sandal model Birkenstock. Pembaca setia belia pasti tau dong, sandalnya kayak apa. Sudah pernah dibahas belia, soalnya. “Pas waktu itu, booming banget. Kayaknya semua orang di Unpar pake sandal itu, hehehe,” kenangnya.

Saking semangatnya merintis jadi juragan sandal, Rynni sampai rela ke sana kemari untuk tau soal peralatan dan perlengkapan untuk membuat sandal gaya ini. “Saya cari tahu sendiri mesinnya, bahan-bahannya, sampai tukangnya.”

“Gila, sandal tuh booming banget. Tapi sempat turun sih. Nah, pas lagi turun gitu, saya masukin sepatu. Sampai akhirnya, sepatu flat juga banyak yang beli. Februari kemarin saya keluarin sneakers. Strategi biar jualan saya tetap stabil,” ungkapnya.

Rynni bareng Tisca ini, sekarang udah punya dua toko. “Yang di Lombok, tempatnya emang kecil banget. Tapi lumayan, lah rame terus,” lanjutnya. Tokonya kini nggak hanya ada di Bandung. Kalau Belia main-main ke Makassar, pasti nemuin juga.

“Dulu saya sama Tisca sempat ditolakin sama toko-toko yang di Jakarta. Wah, kita berdua sampai mohon-mohon sama orang yang punya toko biar bisa masukin sandal. Perjuangan banget, lah sampai akhirnya bisa dapet respon yang bagus,” kata Rynni.

Kalau penjualan nggak pernah turun, mungkin Rynni dan Tisca nggak kepikiran untuk ekspansi sampai ke luar Jawa. “Kalimantan, Sulawesi, terakhir sih Lampung,” sebutnya.

Rynni bareng Tisca memang bukan tipe cewek yang manja. “Prinsip saya, apa-apa yang bisa dikerjakan sendiri, ya, ngapain minta tolong sama orang lain. Kerjain aja sendiri. Nggak ada deh, ngeluh-ngeluh kepanasan atau pas kena kotoran kita jadi males. Bayangin, saya sama Tisca pernah bawa sandal ratusan pasang ke Jakarta berdua doang. Naik kereta pula. Wah, itu kita boro-boro duduk. Yang ada tempat duduk keisi sama sandal, dan kita duduk di atas karungnya,” ceritanya sambil tertawa. Tuh, sekarang nggak zaman jadi cewek manja!

Rynni yang supersibuk ini, kerjaannya nggak hanya ngurusin tokonya bareng Tisca. “Saya juga kerja di tempat lain. Hehehe, di pabrik kayu gelondongan gitu. Ngurusin administrasi dan marketingnya,” ungkapnya.

Wuih, nggak heran kalau kemarin sebelum janjian ini, belia susah banget nemuin Rynni. “Waktu luang saya Cuma pas hari Sabtu aja. Itu juga biasanya di atas jam tujuh malem. Kalau siang-siang gini, masih ngurusin tukang sama pegawai, euy,” sahutnya. Yap, karena hanya pas weekend lowongnya, Rynni selalu menyempatkan waktu istirahatnya ini dengan kumpul bareng teman-temannya. “Biasa, paling ngopi. Kalau enggak ya, nonton gitu.” Hari Minggu lain lagi. “Seharian tidur di rumah. Tau sendiri, Lembang macetnya kayak apa kalau Minggu. Makanya, nggak pernah keluar,” lanjut Rynni.

Teman-teman menurut Rynni, adalah pembangun karakter dirinya sekarang. Cewek yang lahir dan gede di Bandung ini ngaku, teman-teman kuliahnya lah yang bikin dia merasa menghargai sesuatu yang dimilikinya. “Waktu SMA dulu, saya kayaknya bisa dengan gampang minta sesuatu tanpa tahu proses gimana cara ngedapetinnya. Pas kuliah, mata saya melek. Masih banyak orang yang kurang beruntung, tapi mereka bisa tetap bertahan hidup. Makanya, saya menerapkan prinsip kerja keras dan kejujuran dalam menjalankan usaha saya,” sebut Rynni. Kunci sukses Rynni memang dua sifat tadi!***

(Ditulis oleh tisha_belia@yahoo.com, pikiran rakyat)